Selasa, 24 Mei 2011

Pendidikan Seksualitas di Rumah


Memberikan pendidikan seks di rumah adalah jalan untuk mencegah anak tersesat, memperoleh info yang tidak akurat dan menangkap pesan yang salah mengenai hal-hal seksualitas. Akan tetapi, seringkali orangtua bingung bagaimana memberikan pendidikan seksualitas kepada anak, kapan memulai pembicaraan, dan apa saja yang perlu dibahas. Mengajarkan seksualitas kepada anak sesungguhnya tidak sesulit dan serumit yang dibayangkan orangtua. Di bawah ini akan disajikan bagaimana orangtua dapat mengambil langkah untuk memberikan pendidikan seksualitas kepada anak.

Persiapan
Pertama-tama, yang perlu dilakukan adalah memahami apa saja isi pendidikan seksualitas yang dibutuhkan. Topik seksualitas tidak terbatas pada arti hubungan seksual saja. Pendidikan seksualitas yang komprehensif, selain meliputi penjelasan mengenai fungsi organ reproduksi, perkembangan organ reproduksi saat pubertas, hubungan seksual dan penyakit menular seksual, juga mencakup pengajaran tentang identitas dan peran sebagai pria/wanita, cara pandang terhadap tubuh, serta ekspresi kasih sayang dan keintiman hubungan.
Selanjutnya, orangtua perlu menyadari nilai-nilai apa saja berkaitan dengan seksualitas yang ingin ditanamkan pada diri anak. Misalnya saja mungkin orangtua ingin agar anak mencintai identitas dan perannya sebagai pria/wanita, tidak berhubungan seks sebelum menikah, atau agar anak memiliki kepercayaan diri dan kemandirian yang cukup untuk tidak bergantung pada sosok pacar. Dengan menyadari nilai-nilai ini, orangtua bisa membuat pendidikan seksualitas yang diajarkan lebih terarah.
Bicara seputar seksualitas sering menimbulkan rasa tidak nyaman, padahal, jika orangtua belum nyaman untuk bicara tentang seksualitas, anak akan menangkap rasa tidak nyaman tersebut, dan akibatnya, tidak akan bisa berkonsentrasi dengan baik untuk mendengarkan apa yang dibicarakan. Oleh karena itu, jika dirasa perlu, orangtua bisa terlebih dahulu berlatih, bisa dengan cara berbicara sendiri, atau pura-pura menjelaskan kepada suami/istri atau teman. Cobalah menyebut organ seksual seolah-olah seperti ketika menyebut organ tubuh lain, mata atau telinga.

Membicarakan topik seksualitas sesuai usia anak
Pendidikan seksualitas idealnya tidak hanya diberikan ketika anak menginjak masa remaja. Ketika anak masih kecil, orangtua bisa memulainya dengan mengajarkan nama bagian-bagian tubuh, termasuk alat kelamin. Katakan bahwa ada bagian tubuh yang boleh dilihat, disentuh orang lain, tapi ada juga bagian tubuh yang perlu dijaga privasinya. Ajak anak untuk merawat tubuhnya dengan baik, mencintai tubuhnya, tanpa menganggap alat kelamin sebagai organ tubuh yang kotor atau memalukan. Ajarkan juga perilaku yang tepat, yang sesuai dengan perannya sebagai pria atau wanita, misalnya cara berpakaian, cara berkomunikasi dengan orang lain.
Ketika anak hendak memasuki masa remaja, orangtua perlu menjelaskan perubahan fisik yang akan terjadi dan dialami pada masa pubertas. Hal ini penting dilakukan agar anak tidak cemas saat mengalami perubahan-perubahan tersebut, dan bisa secepat mungkin menyesuaikan diri dan menjadi nyaman dengan dirinya. Ajari anak untuk merawat dan menjaga kebersihan dirinya, termasuk bagaimana menangani menstruasi atau mimpi basah dengan baik saat mengalaminya. Orangtua juga tak boleh lupa menyampaikan bahwa pada masa remaja, mulai timbul gairah seksual, yang meskipun terkadang dirasa begitu kuat, tetap bisa dikendalikan. Ajarkan berbagai cara untuk menyalurkan energi berlebihan tersebut, misalnya dengan olahraga atau aktivitas lain yang menjadi hobi.

Topik pembicaraan saat anak berusia balita :
+ Pengenalan bagian-bagian tubuh, termasuk nama yang benar dari alat kelamin
+ Pemahaman tentang privasi, bagaimana menjaga privasi diri dan menghormati privasi orang lain
+ Pemahaman tentang sentuhan fisik sebagai komunikasi, sentuhan yang tepat dan sentuhan yang tidak tepat
+ Asal bayi
Pada usia 3 tahun, ketika anak bertanya tentang asal adik bayi, orangtua bisa berkata bahwa adik bayi tumbuh dari sebuah telur yang ada dalam perut ibu, lalu keluar melalui jalan khusus, yaitu vagina. Sedangkan untuk anak usia 6 tahun ke atas, orangtua bisa menjelaskan bahwa ketika pria dan wanita saling mencintai, mereka ingin dekat satu sama lain, kemudian sel sperma yang dimiliki pria bersatu dengan sel telur yang ada dalam perut wanita, dan jadilah calon bayi yang tumbuh dalam perut wanita.





Topik pembicaraan saat anak menjelang masa pubertas :
+ Perubahan fisik anak perempuan (tinggi, bentuk tubuh, tumbuhnya payudara, rambut)
+ Perubahan fisik anak laki-laki (tinggi, bentuk tubuh, otot, pertumbuhan penis dan testis, tumbuhnya rambut)
+ Perubahan suara anak laki-laki
+ Menstruasi pada anak perempuan
+ Mimpi basah pada anak laki-laki
+ Hubungan seksual, pembuahan, dan kehamilan
+ Munculnya gairah seksual pada anak laki-laki maupun perempuan
+ Masalah jerawat dan keringat berlebih
+ Ketidakstabilan emosi atau perubahan emosi yang menyertai masa puber

+ Menjalin relasi dengan lawan jenis, pacaran, kencan, perilaku seksual (apa yang mungkin terjadi saat kencan), berbicara asertif terhadap pacar

Tips menanamkan nilai
Usaha orangtua untuk memberikan pendidikan seksualitas kepada anak umumnya dilatarbelakangi oleh motivasi orangtua untuk menanamkan nilai-nilai seksualitas. Orangtua mempunyai harapan besar agar anak tidak sampai salah langkah dalam kehidupan seksualitasnya, sehingga anak mempunyai kehidupan seksualitas yang bahagia. Ini merupakan suatu hal yang sangat baik, hanya saja sayangnya, motivasi dan harapan orangtua tersebut seringkali membuat pendidikan seksualitas yang diberikan terlalu fokus pada usaha untuk menasihati anak agar bertingkah laku tertentu. Anak pun jadi merasa bosan dan tidak suka diajak bicara orangtua, dan akhirnya, penanaman nilai justru menjadi tidak efektif.
Dalam menanamkan nilai, orangtua perlu menjaga keseimbangan antara pengajaran nilai dan pengakuan akan aspek positif dari seksualitas. Hindari mengarahkan pembicaraan semata-mata hanya untuk menyampaikan pesan-pesan saja tanpa mengakui bahwa aktivitas seksual merupakan salah satu bagian kehidupan yang indah dan bisa dinikmati. Kebanyakan orangtua khawatir bahwa mengakui aspek positif dari seksualitas akan membuat anak lebih termotivasi untuk berhubungan seks, padahal sesungguhnya, dengan mengakui aspek positif dari seksualitas, orangtua justru membuat pintu hati anak terbuka lebih lebar untuk menerima nilai-nilai yang akan diajarkan. Sikap jujur orangtua akan menciptakan kesan di mata anak bahwa orangtua merupakan figur yang menarik untuk diajak bicara seputar seksualitas.
Anak perlu memahami hakikat seks sebagai perwujudan relasi yang begitu intim dengan seseorang. Seks tidak ada artinya jika dilakukan tanpa sebuah relasi intim, mengingat setiap manusia punya kebutuhan yang lebih mendasar daripada sekedar kebutuhan fisik, yaitu kebutuhan akan relasi intim dengan seseorang.
Usaha untuk menghindarkan anak dari hubungan seksual pra nikah bisa dilakukan dengan mengajarkan bahwa orang bisa menikmati rasa bahagia yang timbul dari sebuah kedekatan tanpa harus berhubungan seks. Hubungan seks juga bukan satu-satunya cara mengekspresikan kasih sayang dan keintiman. Pada seks yang membahagiakan, juga melekat tanggung jawab, selain tanggung jawab untuk menghadapi segala konsekuensi yang timbul akibat hubungan seks tersebut, juga tanggung jawab untuk memperhatikan kebutuhan pasangan dan menjaga relasi dengan pasangan.

Berbagai kesempatan bisa digunakan orangtua untuk membicarakan seksualitas sembari menanamkan nilai-nilai. Saat anak bertanya, saat berjalan-jalan di mal, atau saat melihat iklan televisi, semuanya bisa digunakan sebagai jalan untuk membuka pembicaraan, apalagi sekarang ini seksualitas sangat sering digunakan sebagai daya tarik dalam pesan-pesan komersial (ingat, bicara tentang seksualitas tidak sesempit bicara soal arti hubungan seksual saja). Kesediaan orangtua untuk mendiskusikan hal seputar seksualitas akan membuat anak menyadari bahwa orangtua adalah sosok yang tepat untuk diajak bicara, sehingga tidak perlu mencari informasi dari sumber-sumber lain, dan tak hanya itu saja, kesediaan orangtua membicarakan hal-hal seputar seksualitas menjaga pintu komunikasi antara orangtua dan anak selalu terbuka. Ketika anak merasa nyaman membicarakan hal seputar seksualitas dengan orangtua, orangtua bisa yakin bahwa anak akan terbuka juga untuk membicarakan banyak hal lain. 


Last reviewed : Juli 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kesediaan Anda memberikan komentar. Komentar yang Anda berikan akan sangat bermanfaat bagi saya dalam mengembangkan tulisan-tulisan saya.